Senin, 12 November 2012

Pilih Kaya Harta atau Kaya Hati?

tulisan ini di ambil dari sebuah blog yang penuh inspirasi.. :) silahkan di baca...

http://penulis165.esq-news.com/2012/artikel/01/03/pilih-kaya-harta-atau-kaya-hati.html
Siapa di antara Anda yang pernah mendengar nasehat, entah dari orang tua, paman, guru, teman, atau orang terdekat Anda, yang berbunyi: ”Lebih baik kaya hati miskin harta dari pada kaya harta miskin hati”. Izinkan saya Selanjutnya, kapan pertama sekali Anda mendengarnya? Atau mungkin, saat ini Anda memiliki keyakinan seperti pilihan kata-kata yang tersusun dalam kalimat yang saya sampai di atas?
Dan bila saya melemparkan pertanyaan, pilih kaya harta miskin hati, atau kaya hati miskin harta? Apa yang akan Anda pilih?
Terinspirasi dari status facebook
Tadi siang, setelah pulang dari mengantar istri ke sekolahnya. Saya membuka gadget blackberry saya. Kemudian saya pilih icon berlogo huruf f berwarna putih, dikelilingin biru langit sekitarnya. Setelah saya masuk, saya membaca update status terbaru dari teman-teman saya, yang jumlahnya hampir 5000 itu. Yang mengesankan bagi saya, sehingga terinspirasi menuliskan cerita ini. Status seorang teman. ”Jangan takut untuk mengatakan kepada nya siapa tentang dirimu. Katakan, meskipun kamu miskin, tapi kamu kaya hati...” saya tidak hafal keseluruhannya.
Keuangan kurang sehat
Entah kenapa? Setelah membaca status tersebut, di dalam diri saya terasa seperti ada sesuatu yang menganjal dengan susunan kata-kata itu. Bukan karena salah benar. Tetapi, saya merasakan, kalimat itu akan memiliki dampak yang begitu besar, bagi kehidupan orang yang meyakini akan kalimat ”meskipun aku miskin, tapi aku kaya hati”. Terutama dalam hal keuangan. Biasanya, secara keuangan kurang sehat.
Pengalaman pribadi
Perasaan ini menyala-nyala dalam diri saya, mungkin karena saya pernah mengalami, gara-gara keyakinan yang keliru akan uang, menyebabkan saya kurang bershabat dengan uang. Akibat keyakinan yang tertanam Setiap saya memiliki uang lebih dari cukup, maka saya akan bermaksiat. Program itu sungguh membuat kehidupan saya mejadi berantakan. Saya tidak menyukai bisnis, kurang nyaman dengan negosiasi. Setiap buku ada kata-kata; bisnis, kaya, keberlimpahan, dan yang berhubungan dengan uang. Saya pasti menghindar dan tidak suka. Tapi, sekarang saya sudah tobat. Karena bagi saya saat ini, uang adalah alat. Berkat pemahaman,
Hanya satu cara mengatasi kemiskinan di Negeri ini.
Saya harus menjadi kaya. Karena dengan demikian, sudah berkurang satu orang miskin. Yaitu saya.
#Rahmadsyah’s Money Mindset
Apakah benar?
Kemudian, perasaan yang mengganjal itu berubah menjadi suara ”Apakah benar, orang miskin harta (kurang dari memenuhi kebutuhan) bisa menjadi kaya hati? Atau, apakah betul, orang yang kaya hartanya tidak memiliki kekayaan hati? Memangnya, apakah ada hubungan antara keuangan dengan suasana hati?” Semua pertanyaan itu, terjawab dengan kata ”Tidak” dengan tegas terdengar dalam diri saya.
Bahkan, ada suara berasal (posisi) jantung saya berkata ”Dari pengalaman yang ada, sepertinya sedikit orang yang kaya harta miskin hatinya. Tetapi, kebalikannya, orang-orang yang miskin hartanya,  tidak sedikit lebih miskin lagi hatinya”. Ini hanya pendapat saya saja. Saya tidak tau bagaimana dengan pengalaman hidup Anda. Dan, suara itu menyebabkan saya terus berpikir penuh tanda tanya. ”Apa yang menyebabkan seseorang meyakini lebih baik miskin harta tapi kaya hati. Dari mana hadir itu?
Teringat masa lalu
Pikiran saya melayang-layang, seperti menelusuri lorong waktu. Kembali kemasa kecil. Apakah saya pernah mendengar kalimat itu sebelumnya? Hemmm. Ternyata, dari semenjak saya usia 9 tahun, saya sudah pernah mendengar kalimat itu. Kemudian, saya menghayati perlahan-lahan memori saya. Kapan saja saya mendengar, dan siapa yang mengatakannya? Bahkan sampai ke memori waktu saya menuliskan note ini.
Pola pembenaran supaya wajar
Ternyata ada yang menarik, Mau tau?
Setelah saya menganalisa dan membandingkan, saya menemukan sebuah pola. Pola apakah itu? Yaitu pola pembenaran terhadap kondisi diri yang sekarang. Pola itu hadir, karena manipulasi emosi. Berusaha untuk menutupi, tidak mengakui, dan perasaan malu. Sehingga,  terbungkuslah dengan kalimat yang mengandung unsur hipnotik amat dalam. Dan menganggapnya sebagai kewajaran, bahkan lebih wajar.
Kok bisa seperti itu? Karena, kalau kita analisa dari cara menggunakan susunan kata-kata ”Lebih baik miskin harta tapi kaya hati, dari pada kaya harta tapi miskin hati”. Sebenarnya hanya untuk pembenaran supaya wajar. Sebagaimana kita sadari bersama. Siapapun pasti menginginkan sesuatu hal yang lebih baik bagi kehidupannya. Dan, pola lainnya, statemen ”lebih baik...” itu, rata-rata bersumber dari orang-orang yang sama-sama secara financial, belum termasuk katagori orang kaya (memiliki uang lebih dari kebutuhan, bahkan sudah mampu memenuhi keinginannya).
Hukum tarik menarik
Oh ya, dalam buku I can make you rich. Paul Mckenna menjelaskan alasan, mengapa orang kaya, makin bertambah kaya? Karena, mereka memiliki kedamaian hati, kenyamanan perasaan yang sangat kuat terhadap uang. Sehingga, uangpun semakin berdatangan terus kepada mereka. Hal ini sesuai prinsip semesta, hukum tarik menarik. Like attract like. Mungkin, ini penjelasan, mengapa orang-orang kaya yang pernah saya temui, rata-rata memiliki kekayaan hati.
Jadi, apa yang akan Anda pilih, lebih baik kaya hati atau kaya harta (uang)?
Note: Analisa ini hanya berdasarkan pengalaman empiris yang saya alami. Bukan bermaksud untuk menggeneralisir semua nya sama. Bila Anda memiliki pengalaman berbeda, mari kita diskusikan bersama.
Ciganjur, 28 Oktober 2011

0 komentar:

Posting Komentar