Krisis Air Bersih
Di Asia Tenggara permasalahan krisis air bersih merupakan salah satu
masalah lingkungan sama dengan hal yang terjadi di Indonesia,
berdasarkan laporan dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP) pada tahun
2006 negara di kawasan Asia Tenggara seperti Indonesia, Laos, Myanmar
dan Filipina tergolong negara-negara yang mengalami krisis air bersih.
Tentunya hal ini sangat berpengaruh terhadap kesehatan warga di tiap
negara apalagi semakin bertambahnya taun jumlah populasi juga semakin
padat. Seperti yang disampaikan Jacques Diouf, Direktur Jenderal
Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO), saat ini penggunaan air di
dunia naik dua kali lipat lebih dibandingkan dengan seabad silam, namun
ketersediaannya justru menurun. Akibatnya, terjadi kelangkaan air yang
harus ditanggung oleh lebih dari 40 persen penduduk bumi. Kondisi ini
akan kian parah menjelang tahun 2025 karena 1,8 miliar orang akan
tinggal di kawasan yang mengalami kelangkaan air secara absolut.
Kekurangan air telah berdampak negatif terhadap semua sektor, termasuk
kesehatan. Tanpa akses air minum yang higienis mengakibatkan 3.800 anak
meninggal tiap hari oleh penyakit. Begitu kompleksnya masalah ini
sehingga para ahli berpendapat bahwa pada suatu saat nanti, akan terjadi
“pertarungan” untuk memperbuatkan air bersih ini. Sama halnya dengan
pertarungan untuk memperebutkan sumber energi minyak dan gas bumi.Menanggapi permasalahan lingkungan di Asia Tenggara, ASEAN sebagai organisasi regional sebenarnya telah memiliki Rencana Aksi Strategis Asean tentang Lingkungan Hidup pada 1994-1998, yang mendukung rekomendasi khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa Agenda 21 tentang hak air bagi seluruh penduduk tanpa terkecuali. Disini dijelaskan bahwa hak untuk mendapatkan air bersih merupakan hak asasi setiap manusia, sehingga privatisasi terhadap ketersediaan air harus menjadi kajian ulang karena dirasa merugikan masyarakat menengah ke bawah.. Menaggapi kekeringan yang terjadi pada sebagian negara di Asia Tenggara diadakan diskusi ASEAN People’s Forum/ ASEAN Civil Society Conference di Jakarta pada Mei 2011. Forum itu diikuti perwakilan masyarakat dan kalangan pegiat dari anggota Perhimpunan Negara Asia Tenggara (ASEAN). Diadakannya diskusi ini merupakan wujud konkrit dari ASEAN untuk menjaga dan menjamin ketersediaan air bersih bagi masyarakat di kawasan Asia Tenggara. Sebab dalam prediksi pada tahun 2015 apabila tidak ada solusi konkrit yang mendasar mengenai penanggulangan kekeringan dan kekurangan air bersih di Asia Tenggara diprediksi hanya 88 persen penduduk Asia Tenggara yang akan bisa menikmati air bersih dan 12 persenya adalah penduduk miskin yang berkutat pada sanitasi air yang buruk.
Penyebab Kekurangan Air Bersih
Faktor utama krisis air adalah perilaku manusia guna mencukupi kebutuhan hidup yaitu perubahan tata guna lahan untuk keperluan mencari nafkah dan tempat tinggal. Sebagian besar masyarakat di Asia Tenggara khususnya Indonesia, menyediakan air minum secara mandiri, tetapi tidak tersedia cukup informasi tepat guna hal hal yang terkait dengan persoalan air, terutama tentang konservasi dan pentingnya menggunakan air secara bijak. Masyarakat masih menganggap air sebagai benda sosial.
Populasi yang terus bertambah dan sebaran penduduk yang tidak merata.
Pemanfaatan sumberdaya air bagi kebutuhan umat manusia semakin hari semakin meningkat. Hal ini seirama dengan pesatnya pertumbuhan penduduk di dunia, yang memberikan konsekuensi logis terhadap upaya-upaya pemenuhan kebutuhan hidupnya. Disatu sisi kebutuhan akan sumberdaya air semakin meningkat pesat dan disisi lain kerusakan dan pencemaran sumberdaya air semakin meningkat pula sebagai implikasi industrialisasi dan pertumbuhan populasi yang tidak disertai dengan penyebaran yang merata sehingga menyebabkan masih tingginya jumlah orang yang belum terlayani fasilitas air bersih dan sanitasi dasar. Selain itu meningkatnya jumlah populasi juga berdampak pada sanitasi yang buruk yang akan berpengaruh besar pada kualitas air.
Kerusakan lingkungan yang makin parah akibat penggundulan hutan merupakan penyebab utama kekeringan dan kelangkaan air bersih. Kawasan hutan yang selama ini menjadi daerah tangkapan air (catchment area) telah rusak karena penebangan liar. Laju kerusakan di semua wilayah sumber air semakin cepat, baik karena penggundulan di hulu maupun pencemaran di sepanjang DAS. Kondisi itu akan mengancam fungsi dan potensi wilayah sumber air sebagai penyedia air bersih.
Pemanasan global juga memicu peningkatan suhu bumi yang mengakibatkan melelehnya es di gunung dan kutub, berkurangnya ketersediaan air, naiknya permukaan air laut dan dampak buruk lainnya. Seiring dengan semakin panasnya permukaan bumi, tanah tempat di mana air berada juga akan cepat mengalami penguapan untuk mempertahankan siklus hidrologi. Air permukaan juga mengalami penguapan semakin cepat sedangkan balok-balok salju yang dibutuhkan untuk pengisian kembali persediaan air tawar justru semakin sedikit dan kecil. Saat ini pencemaran air sungai, danau dan air bawah tanah meningkat dengan pesat. Sumber pencemaran yang sangat besar berasal dari manusia, dengan jumlah 2 milyar ton sampah per hari, dan diikuti kemudian dengan sektor industri dan perstisida dan penyuburan pada pertanian (Unesco, 2003). Sehingga memunculkan prediksi bahwa separuh dari populasi di dunia akan mengalami pencemaran sumber-sumber perairan dan juga penyakit berkaitan dengannya.
Menanggapi masalah kekurangan air bersih di beberapa negara di Asia Tenggara, ASEAN sebagai organisasi regional dapat dijadikan wadah untuk diskusi mendapat solusi atas permasalahan yang ada. Untuk regulasi dan penetapan kebijakan merupakan tanggungjawab dari setiap negara di kawasan Asia Tenggara. Beberapa solusi yang dapat ditawarkan diantaranya :
- Perbaikan system sanitasi di setiap negara, bisa melibatkan lembaga Internasional seperti WHO.
- Reboisasi terhadap hutan, mengingat kawasan Asia Tenggara memiliki kawasan hutan yang luas.
- Kerjasama regional dalam hal pelestarian dan pengawasan hutan di kawasan Asia Tenggara.
0 komentar:
Posting Komentar